Jumat, 22 Mei 2015

Analisis Dan Sinopsis Kisah Suci Pelayaran Haji



Analisis Dan Sinopsis Kisah Suci Pelayaran Haji

Unsur Intrinsik:
1.    Tema: Perjalanan raja Ahmad dan putranya raja Ali melaksanakan Haji.
2.    Alur: Alur campuran.
3.    Latar:
·         Latar tempat: Jawa, Betawi.
·         Latar waktu: Pagi, siang, malam, setiap hari
·         Latar suasana: mengharukan
4.    Sudut pandang: orang pertama dan orang ketiga.
5.    Tokoh:
·         Raja Ahmad
·         Raja Ali
·         Sayid Al Habsyi
·         Sayeh Abdul Rahman Misri
·         Baginda Abdurrahman
·         Sayid Abdullah
6.    Penokohan: Semua tokoh baik hati
7.    Amanat: Jangan pernah kita meninggalan kan ibadah mau itu ibadah sholat, membaca Al-qur’an maupun haji (kalo emang mampu untuk melaksanakannya. Karena kita sudah enak sholat tinggal sholat di masjid terdekat, haji tinggal pergi naik pesawat, beda sama zaman dulu harus punya pengorbanan untuk melakukan itu semua.

Unsur Ekstrinsik:
1.    Latar belakang: Keluarga para raja Jawa di kesultanan Mataram Islam yang dilarang melaksanakan ibadah haji oleh pemerintah Belanda, sebagian besar keturan raja-raja Melayu justru berguru dan mendalami agama Islama di jaizirah Arab. Dan raja Ahmad ke Betawi untuk ke 2 kalinya dengan tujuan minta izin agar baginda Abdurrahman dapat dibawa pulang kembali ke Trengganu.
2.    Nilai-nilai:
·         Nilai moral: Selalu membantu orang lain.
·         Nilai religius: Selalu menjalankan ibadah
·         Nilai sosial: -
·         Nilai budaya: -
·         Nilai ekonomi: -
3.    Kondisi masyarakat: -
4.    Gaya bahasa: bahasanya baku dan mudah untuk dimengerti

Sinopsis:
Raja Ahmad kembali ke Betawi untuk ke 2 kalinya bertujuan untuk minta izin agar baginda Abduurrahman yang sudah berbulan lamanya di Betawi dapat dibawa pulang kembali ke Trengganu. Mereka berangkat dengan menyewa perahu kecil milik Sayid Al Habsyi.
Ketika hendak pulang kembali ke Riau, kesehatan Raja Ahmad lemas, lalu menyaranglah ke dalam tubuhnya ketika dulu ia di Betawi. Namun pelayran tetap dilaksanakan meski ia sakit. Didalam perahu si Ahmad masih menyempatkan diri untuk belajar berbagai hal tntang agama Islam kepada Syeh Abdul Rahman Misri yang merwat dan sekaligus menjadi nahkodanya.
Sementara itu terdengar juga kabar di Istana bahwa raja Ahmad mengalami sakit. namun sebelum kabar itu terucap dari lidah sang sultan, penasehat kerajaan itu menyampaikan sebuah isyarat bahwa Raja Ahmad sakit, sultan pun menyuruh mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangannya esok hari dan mempersiapkan segala obat dan tabib untuk menyambutnya di pelabuhan.
Hingga keluarga merasa terkejut Raja Ahmad telah sampai dan masuk ke dalam istana. Badanya tampak kurus dan wajahnya pucat serta lemah adanya. Ats kenyatan dan sakit yang diderita putranya, Raja Haji meminta kepada para tabib untuk mengobati sebaik-baiknya. Sampai sembuhnya Raja Ahmad dan disampaikan pula pada ayahandanya tentang ia ingin segera melaksanakan ibadah haji. Mendengar itu Raja Haji tidak keberatan dan bahkan mendukung sepenuhnya.
Ketika Raja Ahmad telah dinyatakan sehat, ayahanda Raja Haji memerintahkan kepada beberpa anak buahnya untuk menyiapkan segala keperluan dan kebutuhan untuk melaksanakan haj.
Maka berlayarlah Raja Ahmad menuju utara pulau jawa bersama anaknya Raja Ali serta menantunya. Sesampai di pelabuhan Semarang, kedatangan mereka disambut oleh utusan residen Belanda dan kemudian dipersilahkan menuju ke barat untuk bertemulangsung dengan Residen, sekaligus untuk menyampaikan surat dari kesultanan Melayu.
Setelah itu selesai, maka berangkatlah Raja Ahmad untuk berlayar menju Juana. Agak berbeda dengan di Semarang, kedatangan mereka di Juang disambut sebagimana layaknya utusan kerajaan.raja Ahmad mendapatkan uang yang bnayk untuk kemudain disimpan sebagai perisapan untuk melaksanakan haji.
Sesampai di Riau, raja Ahmad meminta izin yang kedua kali kepada ayahandanya untuk segera pergi ke Makkah. Berangkatlah Raja Ahmad dan putranya Raja Ali yang masih remaja. Untuk itu diadakan tasyakuran dan doa demi keselamatan mereka dengan adat Melayu, baru mereka menuju pelabuhan.
Mula-mula mereka berangkat menuju ke pelabuhan Singapura. Tapi untuk mendapatkan kapal, ia harus pergi ke pulau Penang terlebih dahulu untuk menyewa kapal dengan harga 14 ribu ringgit. Dari pelabuhan Penang mereka berangkat menuju Makkah dengan sebuah Kapal bernama Feluka, yang dipimpin oleh nakoda bersama Sayid Husin. Mereka injakkan kaki di tanah suci itu oada 1243 Hijrah atau 1828 Masehi.
Untuk menghormati dan menghargai jerih payah dan ketulusan para syeh yang mendampingi, Raja Ahmad membeli sepetak tanah untuk diwakafkan kepada cucu Syeh Samin. Hal yang sama juga dilakukan ketika rombongan kembali ke Makkah, dimana Raja Ahmad membeli dua rumah, satu diwakafkan kepada Muhammad Shalih. Disamping itu ada beberapa sumber lain menyebutkan ketika sedang berada di Makkah dan madinah, Raja Ahmad dan Raja Ali banyak belajar Bahasa Arab sera mendalami ilmu-ilmu agama Islam.
Maka setelah waktu pelaksanaan haju usi, tak lama kemudian rombongan putra-putra Riau itu kembali ke tanah melayu dngan menyewa kapal berbendera Turki. Kepulangan mereka dari Makkah membawa olh-oleh yang cukup banyak untuk kemudian dipersembahkan kepada kerabat dan saudara-saudara dekatnya sebagai hadiah kenangan. Diantara oleh-oleh itu batu zamrud dan yakyd merah, kain-kain surta, gamis dan sorban, kopiah tradisonal, air zam-zam dan miswak.
Pada malamnya, diakanlah tasyakuran dengan acara yang lebih meriah lagi. Itu semua dilakukan karena Raja Ahmad dan Raja Ali merupakan keturunan Sultan Meayu Riau dan Lingga.
Setelah kembali dari Makkah dan bergelar haji, keduanya semakin tekun mendalami ajaran Islam dan mengajarkannya kepada rakyat Melayu, khususnya di lingkungan istana. Keduanya juga menunaikan rukun Islam kelima itu bukan karena untuk dipuji, untuk mencari pangkat dan jabatan kuasa di kerajaan, tapi lebih dikarenakan untuk menyempurkan iman dan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar